Senin, 11 Februari 2013

CERPEN TENTANG KEHIDUPAN, CINTA, DAN KEMATIAN



KEHIDUPAN, CINTA, DAN KEMATIAN





 Dibuat oleh : Itmam Milataka.
Tanggal membuat : 11 Februari 2013 pkl. 08.20 WIB
Tanggal selesai membuat : 11 Februari 2013 pkl. 16.09 WIB

 “Ini sebuah cerita tentang apa artinya kehidupan, cinta, dan kematian. Wahai pendengar, cerita ini adalah cerita masa depan dan  mungkin akan menjadi kenyataan atau mungkin tidak.”

     “Dia lelaki hebat, memang lelaki hebat. Jika dia terlahir kembali, aku ingin melakukan apa yang ia katakana sebagai ucapan terima kasihku padanya”, ucap seorang pelajar siswi yang bernama Nafisa kepada teman siswi sekelasnya yaitu Clara. Satu waktu, ada seorang siswa bernama Andra jatuh cinta kepada siswi itu (Nafisa). Namun rasa itu dia pendam, dia hanya bisa berkorban saja demi keselamatan siswi itu tanpa ingin diketahui identitasnya. Bersamaan dengan itu juga, teman satu kelas dia (Andra) yang bernama Arfa juga mencintai siswi itu. Andra dan Arfa memang teman sejati , tapi untuk urusan cinta mereka mungkin bersaing. Tapi entah mungkin karena Arfa orang dengan penuh kemewahan sehingga Nafisa terpesona kepadanya daripada Andra yang hanya orang biasa dan sederhana. Satu hari ketika Nafisa dan Arfa sedang berada di jalan tiba-tiba akibat kelengahan mereka berdua, mereka hampir saja tertabrak sebuah mobil. Hanya saja, Andra datang dan dengan tanggap dia mendorong mereka dan membiarkan dirinya yang tertabrak mobil itu. Mungkin inilah pertemuan pertama dirinya dengan Nafisa, gadis yang ia cintai. “Hei !!! Apa kamu tidak apa-apa?” teriak Nafisa kepadanya. “Sudah biarkan saja, paling dia hanya luka ringan saja !” sahut Arfa membentak. Andra tidak memalingkan wajahnya, di saat perbincangan itu, dia pergi dengan kesakitan yang dia rasakan. Nafisa heran, karena lelaki yang menolongnya itu tidak menjawab dan pergi entah kemana.

     Esok harinya, dia tidak masuk sekolah karena sakit. Karena kehidupannya terbatas, jadi dia memilih diam di rumah daripada harus berobat ke Rumah Sakit. Di sekolah, Nafisa terus mempertanyakan identitas sang penolong hingga Arfa menjawab kebenarannya “Dia teman sekelasku, mengapa kamu Tanya terus?” jawab Arfa terus terangkepada pacarnya itu. “Aku hanya ingin tau, harusnya kita berterima kasih kepadanya karena dia sudah menolong kita kemarin” ucap Nafisa kesal sambil menuju kelasnya. “Iya nanti aku sampaikan kepadanya, itu juga jika aku bertemu dengannya”  singkat Arfa. Nafisa masih berfikir tentang siapa yang menolongnya itu.

     Di hari kedua, tepat esoknya Andra masuk sekolah dengan kakinya yang pincang. Lukanya masih memar di lututnya , berjalan pun seakan terhambat oleh batu besar. Seorang siswi mendekatinya dan ternyata itu adalah Clara, teman Nafisa. “Hei kamu. Kakimu kenapa?”  tanya Clara kepadanya dengan senyuman. “Aku hanya keseleo saja, paling besok atau lusa juga sembuh kok”  jawab Andra tenang. Setelah percakapan itu, Nafisa datang menghampirinya dan Clara temannya. “Clara, siapa dia? Dan kenapa kakinya itu?”  tanya Nafisa sambil menengok Andra. “Andra . Dia sekelas dengan pacar kamu, si Arfa itu lho” jawab Clara. Kemudian Andra memalingkan kembali wajahnya berlawanan dengan wajah Nafisa.”Oh , hei Andra. Apa kamu yang ……”  Andra memotong pembicaraan dengan berjalan dan tidak mendengarkan ucapan Nafisa.

     Dan ketika itupun Nafisa semakin heran tentang siapa Andra itu dan firasatnya berfikir bahwa dialah yang menolongnya dari kecelakaan. “Jika Nafisa bertanya lagi, jawab saja yang menolongnya sedang sakit keras. Aku minta jangan ucapkan namaku, buatlah sandiwara agar dia percaya padamu.” Tegas Andra kepada Arfa di kelas. “Oh jadi kemarin itu kau yang menolong aku dan Nafisa. Baik, aku mengerti dan faham maksudmu teman. Tapi aku pinta, jangan terlalu berlebihan karena kau tau kan dia pacarku.” Jawab Arfa dengan santainya.”Iya aku mengerti apa yang kau katakan teman” ucap Andra. “Tuhan, jika aku masih diberi umur panjang, izinkanlah di sisa-sisa hidupku buatlah aku sebagai penjaga di hidupnya.”  do’a Andra dalam hatinya yang ditujukan untuk Nafisa. Istirahat tiba, Nafisa segera menemui Arfa pacarnya. “Kau tau Andra? Aku ingin bertemu dengannya sekarang !” bentak Nafisa berharap bertemu dengan Andra. “Aku… aku… aku tidak mengenalnya karena aku jarang dekat dengannya, memangnya ada apa?” jawab Arfa pura-pura heran. “Oh, mungkin dia yang menolong kita, karena tadi pagi aku melihatnya dan kakinya terluka memar.”  tegas Nafisa . “Oh, ya. Aku juga punya teman bernama Andra tapi dia tidak masuk hari ini.”  ucap Arfa gemetar.”Kau tidak bohong, kan ? Ya sudahlah, aku percaya padamu. Yang tadi lupakan saja lah, mungkin aku salah orang”. Sepulang sekolah, Nafisa dan Clara temannya menunggu di gerbang sekolah untuk mencari tau siapa Andra si lelaki yang sakit memar di bagian lututnya itu.

     Arfa mungkin saja bisa berbohong, tapi akibat kecerdikan Nafisa, dia (Nafisa) tau siapa Andra, walaupun tak pernah melihatnya. Dia tau kehidupannya dari si Clara temannya. “Dia lelaki sederhana, dia sulit bergaul dengan yang lainnya karena dia dianggap orang termiskin di sekolah ini.” sahut Clara menjelaskan siapa Andra waktu Nafisa bertanya kepadanya. Mereka berdua terus menunggu, bahkan sampai sore hari mereka berdiri di gerbang, tapi Andra tak kunjung datang. Andra memang pintar dan cerdas, sehingga dengan akalnya dia bisa pulang tanpa diketahui mereka berdua. Ketika mereka lengah, Andra diam-diam keluar tanpa sepengetahuan mereka. Hari semakin sore makin petang, mereka memutuskan pulang dan berhenti untuk mencari tau siapa Andra itu.”Kita pulang saja, Fisa. Hari sudah makin petang, takutnya orang tua kita khawatir.”  ucap Clara pada Nafisa. Akhirnya mereka pulang dengan tangan hampa. Kejadian itupun mulai terlupakan, hari demi hari sampai Andra sembuh dari sakitnya.

     Waktu berlalu sangat cepat, hingga pada suatu hari Nafisa berulang tahun dan ulang tahunnya akan dilaksanakan meriah di rumahnya. Semuanya diundang, tidak terkecuali Andra.”Aku ingin dia (Andra) diundang di acara ulang tahunku” ucap Nafisa kepada Clara. “Iya baiklah. Nanti aku sampaikan” jawab Clara. Lalu Clara menemui Andra dan menyampaikan undangan dari Nafisa kepadanya. Dia (Andra) pun bersiap untuk hari yang spesial bagi orang yang ia cintai. Acaranya dilaksanakan malam hari, semua peserta diwajibkan memakai baju unik dan memakai topeng. Andra menyiapkan satu kado spesial untuk Nafisa, isinya masih dirahasiakannya. Malam itu pun tiba, acara pesta ulang tahun pun dimulai. Semua tamu hadir di acara pesta itu dengan memakai kostum pakaian unik dan semuanya memakai topeng. Nafisa hilir mudik mencari Andra (si lelaki pincang dulu itu yang sekarang padahal sudah sembuh dari lukanya), tapi saking banyaknya tamu sehingga dia tak menemukannya. Justru petaka yang datang  kembali kepadanya (Nafisa). Usai ucapan selamat untuknya, tiba waktu peniupan lilin, tiba-tiba lampu lighting jatuh dan seakan menimpa Nafisa. Mungkin keselamatan itu hanya untuk Nafisa saja, Andra dengan topeng hitamnya segera mendorong Nafisa dan membiarkannya yang terluka. Pecahan lampu mengenai punggungnya, darah mengalir di tubuhnya. Semua tamu panik dan segera berlari berhamburan, begitu juga Andra. Dia pun berlari dan meninggalkan sebuah kado untuk Nafisa. Nafisa sempat mengejarnya, namun tidak terkejar olehnya sehingga sia-sialah keinginannya untuk mencari tau siapa yang telah menolongnya lagi. “Dulu kau menolongku di jalan, kini sekarang kau ada di rumahku sendiri”  tanya hati Nafisa kebingungan untuk mencari tau si Penolong yang baik hati itu. Di perjalanan menuju rumahnya (Andra), luka membalut punggungnya. Pecahan lampu itu hampir sepenuhnya mengenai punggungya. Untungya, dia masih selamat dari maut dan pulang menuju rumahnya dengan sakit dan luka yang dia rasakan kembali untuk yang kedua kalinya dan itupun demi seseorang yang dia cintai, yaitu Nafisa.

     Di rumah Nafisa, suasana genting apalagi setelah kejadian itu. Pesta yang meriah pun terhenti, karena semua tamunya pergi. Kemudian satu persatu kado ia (Nafisa) buka, hingga satu kado terbuka dan berisi selembar kertas putih. Dia mengambilnya dan dibacanya :
“Kehidupan yang mempertemukan kita, memang istimewa kehidupan ini. Kau tak perlu mencari tau siapa aku, karena kau akan tau nanti kelak di kemudian hari. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih telah mengajariku arti sebuah kehidupan lewat cinta dan keindahanmu, jika aku bertemu denganmu dan kau menemukanku mati, nanti akan ku ajarkan arti sebuah kematian padamu.”                    
                                                                                 Salam : A……….
“A? Siapa itu A?” Tanya kembali Nafisa dalam hatinya. Dia lalu menghubungi Arfa pacarnya.”Apa? Aku buat kata-kata indah di kadoku untukmu? Itu bukan……….” Tiba-tiba handphone Arfa mati.”Aduh sial baterainya lemah lagi !”  kesal Arfa karena handphonenya mati mendadak. Nafisa heran mengapa Arfa menghentikan pembicaraannya. Esok harinya, Andra kembali menemui Arfa dengan menahan rasa sakitnya bekas semalam tertimpa lampu lighting itu. “Tolong kau jawab bahwa kaulah yang menulis kata-kata itu!” tegasnya. “Oh, jadi itu darimu. Aku sudah bilang jangan dekati dia (Nafisa) lagi karena dia sudah menjadi milikku!” ucap Arfa kesal. Lalu Arfa memukulnya (Andra) berulangkali, tapi anehnya dia diam tak membalas kekejaman Arfa. Di saat itu pula Nafisa melihat kejadian itu dan segera menghampiri kekasihnya itu.Andra pun langsung memalingkan wajahnya untuk yang ke sekian kalinya. “Siapa yang kau pukul itu?” tanya Nafisa geram. “Dia itu…dia itu… dia itu orang kejam, dia tega minta uang ke adik kelas, jadi aku pukul dia.”  jawab Arfa gemetar. “Tapi kan tak perlu dengan kekerasan. Aku sudah bilang, kan! Aku menyesal menjadi pacar orang kejam sepertimu. Aku kira kau baik hati, tapi ternyata….”  bentak Nafisa. “Kamu tak pernah mengerti aku! Yang kau fikirkan hanya teman dan pelajaranmu saja, kau fikir aku ini apa!” sahut Arfa geram. Nafisa terdiam setelah mendengar jawaban dari kekasihnya itu. Di sisi lain, Andra mendengar semua percakapan itu di belakang tembok yang menjadi pemisah agar tidak diketahuinya.”Ini semua gara-gara perbuatanku. Aku berjanji akan membuat mereka kembali bersama” janji Andra.

     Istirahat tiba, kini Arfa terkena masalah. Dia disangka mencuri dompet temannya di kelas. Arfa diboyong teman-temannya keluar, Andra tidak diam. Dia justru berharap jika ia berkorban demi Arfa dia bisa mempertanggungjawabkan janjinya untuk mempersatukan mereka (Arfa dan Nafisa) kembali walaupun resikonya berat. Andra lalu menegaskan bahwa dialah yang memasukkan dompet temannya itu ke dalam tas Arfa walaupun sebenarnya bukan dia yang melakukannya. Arfa dilepas, lalu Andra dibawa dan dipukuli teman-temannya di kelas.



     Darah berceceran di keningnya, Nafisa datang dengan seluruh teman, Guru, serta Kepala Sekolah pun ikut hadir menyaksikan Andra yang terluka. Kekerasan pun dihentikan, lalu Nafisa menghampiri Andra. “Kenapa kamu? Kamu tega melakukan semua ini , apa salah Arfa kepadamu ?” bentak Nafisa yang marah karena kekasihnya dituduh mencuri. “Arfa tak salah dan aku pun tak salah” jawab Andra tenang dengan sakitnya. “Sudah terbukti kau jahat, kau bilang tak salah. Lalu kenapa kamu berbuat jahat kepadanya?” geram Nafisa. “Kehidupan memang aneh, aku hanya ingin membantu temanku saja dari kecelakaan. Apa itu salah?” jawabnya(Andra). “Maksudmu?”  tanya Nafisa heran. “Perkenalkan aku Andra dan aku tau kau Nafisa kan ? Orang yang aku cintai dan orang yang tak bisa menjaga dirinya dari kecelakaan. Aku hanya ingin memberitahumu, terima kasih telah mengajariku arti sebuah kehidupan lewat cinta dan keindahanmu, sekarang kau menemukanku dan mungkin aku akan mati detik ini juga. Pesanku, jika kelak nanti kau mati, akan kuajarkan arti sebuah kematian padamu. Dan satu lagi, jagalah pacarmu Arfa yang keras kepala dengan penuh cintamu, karena banyak orang jahat yang ingin menghancurkan Arfa untuk mendapatkanmu. A…ku.. per…ca…ya… pa…da…mmmmuuu…..” jawab Andra sambil menutup kedua matanya. “Hei… hei… hei, tunggu ! Jadi selama ini kau…..” Nafisa bersedih mendengar ucapan Andra. Andra dibawa ke Rumah Sakit dan tiba disana Andra dinyatakan meninggal oleh Dokter yang memeriksanya. Isak tangis pun menyelimuti kepergian Andra untuk selama-lamanya.




     Tak lama setelah itu, pelaku yang mencelakai Arfa tertangkap dan semakin larut teman yang memukuli Andra dengan tangisan mereka. Apalagi Nafisa, dia berteriak dan menangis tersedu karena orang yang ia kasari (Andra) bukanlah pelakunya. Seluruh temannya melihat jenazahnya, setelah kembali diperiksa Dokter, dia (Dokter) mengatakan bahwa dia (Andra) meninggal bukan karena pukulan saja, karena di punggungnya juga penuh luka. Nafisa yang mendengar itu semakin bersedih dan menangis tak kuasa. “Di punggungnya juga penuh luka, oh iya di lututnya ada sedikit luka memar”  tegas Dokter. “Jadi yang selama ini menolongku dari kecelakaan adalah dia (Andra). Bahkan aku tak sempat mengucapkan terima kasih untuk yang terakhir kalinya padanya”  tanya Nafisa dengan penuh penyesalan dalam hatinya. Arfa menghampirinya (Nafisa) dan berkata “Dia yang membuat surat itu, dan dia juga yang rela berkoraban sehingga aku masih ada disini, mungkin jika engkau tau dengan semua pengorbanannya padamu, kau pasti akan terkesan dan mungkin kau akan jatuh cinta kepadanya.”

     “Kini Andra telah tiada, meninggalkan sebuah cerita tentang apa arti sebuah kehidupan. Dan akhir cerita ini, semua orang berfikir tentang apa arti sebuah kehidupan, percayalah bahwa kehidupan itu yang membuat kita ada disini, memenuhi hari demi hari kita di dunia dengan canda, tawa, suka, bahkan duka.”